Spring with Flounder Stew for A Happy Tummy

Bicara soal musim semi dan Korea berarti bicara soal festival yang tiada henti. Tapi sayangnya, banyak festival yang dibatalkan di tahun ini karena pandemi. Namun beberapa lagi tetap terlaksana secara virtual, tapi tetap ya, ada yang kurang kalau hanya lewat dunia maya.

sumber gambar: Travel Korea-Gyeongnam
Tapi tenang, meski banyak festival yang dibatalkan. Cita rasa dari musim semi tetap masih bisa kita nikmati dengan hidangan-hidangan nikmat khas Korea. Salah satunya adalah Flounder Stew with Mugwort Soup.

sumber gambar: Travel Korea-Gyeongnam

Udah pernah dengar yang namanya ikan sebelah? 

Nah flounder dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai ikan sebelah. Coba tanya ayah ibu, mungkin mereka yang lebih kenal dengan ikan sebelah, dibandingkan kamu yang bisa jadi kenalnya hanya sebatas lele, gurame, salmon, dan sederet ikan yang sudah terpampang labelnya di supermarket. 

Well, Flounder adalah jenis ikan yang mudah ditemukan di laut selatan, melintasi garis pantai Yeosu di Jeolla Selatan dan Geoje di Gyeongsang Selatan. Dan masakan yang biasa disebut ssukguk ini sih katanya memang hanya bisa ditemui selama musim semi. Konon katanya sih (karena gue belum pernah nyoba, jadi mari pakai konon katanya) aroma dari si Mugwort--kalau di Indonesia namanya Daun Baru Cina--dan tekstur kenyal dari si ikan Flounder ini membuat kita bisa menghidu aroma musim semi.

sumber gambar: Travel Korea-Gyeongnam

Dan ya, banyak banget masyarakat Korea yang suka dengan hidangan satu ini. Justru katanya, setiap musim semi tiba, hidangan ini jadi salah satu santapan wajib yang harus dinikmati. 

Kenapa begitu?

Karena, si Flounder ini berdasarkan penelitian yang ada mengandung banyak protein dan efektif untuk membantu kinerja liver. Belum lagi, si Mugwort-nya ini punya banyak manfaat juga meski rasanya agak sedikit pahit. Contohnya untuk melancarkan menstruasi, mengatasi gangguan pencernaan, mencegah darah tinggi, dan si daun hijau ini juga punya manfaat untuk anti aging.

Jadi kebayang kan kalau misalnya dijadikan satu dan dikonsumsi bersama, pasti sup ini akan membuatmu sehat!

Maka, kalau ke Korea saat musim semi, jangan lupa untuk mencicipi hidangan satu ini, ya! Atau mungkin kamu ingin mencoba memasaknya juga? Boleh lho langsung mencari cara membuatnya di Youtube pun di aplikasi-aplikasi memasak lainnya!

Live Like A Korean ala Youn's Stay [K-Reality Show Review]

Pandemi semakin lama usai, maka deret panjang daftar tempat di Korea yang ingin didatangi juga jadi semakin panjang. 

Pusing? Nggak usah ditanya. Apalagi semenjak nonton Youn's Stay--yang sayangnya sudah usai episodenya. 

Beneran deh, nonton reality show ini tuh seketika membuat ingin menikmati pengalaman serupa yang dirasakan oleh pelajar pun orang-orang asing yang sedang bekerja di Korea--selama kurang dari setahun--yang datang dan singgah di penginapan ini.

sumber gambar: soompi.com

Youn's Stay
Directed by: Na Young-seok, Kim Se-hee
Episodes: 12
Prod. Company: CJ ENM
Original Network: tvN
Release: January 8th - April 2nd 2021

Youn's Stay sebetulnya merupakan acara peralihan atau bisa juga disebut perubahan citra dari acara Youn's Kitchen. Di mana biasanya nih, kalau Youn's Kitchen kan formatnya adalah mengelola restoran di luar negeri, seraya mengenalkan masakan dan budaya Korea. Nah kalau Youn's Stay itu mengelola sebuah penginapan hanok (rumah tradisional Korea)

Kenapa peralihan? Ya tentu saja alasannya tidak lain dan tidak bukan karena adanya covid-19. Karena pandemi ini, mau tidak mau, format acara akhirnya terpaksa harus diubah. Tapi justru hal itu nggak mengurangi makna dan tujuan dari acaranya sama sekali. Tetap mengenalkan dan mengajarkan budaya Korea ke penonton. Pun, hal menyenangkan dari menonton tayangan ini adalah karena semua cast-nya punya kemampuan berbahasa inggris yang mumpuni. Jadi setidaknya bisa untuk nggak selalu melihat subtitle hehe~

Kalau berkesempatan ke Korea, apalagi sedang menikmati musim semi di Jeollanam-do, jangan lupa mampir ke lokasi syuting Youn's Stay. Seriusan!

sumber gambar: www.visitkorea.or.id

sumber gambar: www.visitkorea.or.id

Cantik, kan? Huhu. 

Ssangsanje yang berlokasi di Gurye, Jeollanam-do ini memang memikat hati. Menurut data yang ada, Ssangsanje ini dibangun pada Era Joseon Akhir. Kebayang dong betapa tradisionalnya bangunan yang ada di sana? 

Nggak heran sih kalau Choi Woo Shik sampai kehabisan napas kalau udah lari-lari dari desa atas ke desa bawah. Ya secara Ssangsanje ini dibangun di atas yang berukuran kurang lebih 16.500 ㎡.

Balik lagi ngomongin Youn's Stay. 

Nah di Youn's Stay ini memang penginapannya dibagi menjadi dua, desa atas dan desa bawah. Desa atas itu terdiri dari ruang santai untuk para tamu dan juga kamar tidur untuk para tamu. Kalau desa bawah, itu berfungsi sebagai resepsionis, dapur, ruang makan untuk para tamu, dan juga paviliun untuk tempat menginap para cast-nya. 

Dan mau tahu apa lagi yang semakin membuat Ssangsanje ini menarik? 

Karena ada hutan bambu--beneran hutan bambu alami ya--yang menjadi penghubung si desa atas dan desa bawah.

Well, kenapa di judul saya bilang Live Like A Korean? 

Ini semua dikarenakan format acara yang dibuat memang membuat kita seolah-olah sedang jadi penduduk asli Korea di zaman dulu, bahkan makanan yang disajikan pun rata-rata adalah makanan khas kerajaan Korea. 

Bangun tidur dengar suara burung, jauh dari asap dan bising kendaraan. Bisa jogging atau jalan-jalan ke danau yang juga masih jadi bagian dari Ssangsanje. Terus kalau lapar, turun ke desa bawah untuk di-treat dengan makanan yang enak-enak. 

Sumpah! Kamu harus coba nonton acara ini. Dijamin nggak nyesal, karena selain nambah ilmu pengetahuan, kamu juga akan tergoda untuk belajar memasak makanan yang dibuat oleh Jung Yu Mi dan Park Seo Jun.

Terus tugas para cast acara ini ngapain aja?

Menerima tamu, bahkan sampai menjemput tamu dari Stasiun. Memeriksa dan menyiapkan barang-barang kebutuhan di setiap kamar. Belanja kebutuhan di dapur. Dan ditambah lagi, mereka juga harus menyiapkan makan malam dan makan pagi untuk para tamu.

Oh nggak usah ditanya untuk urusan masak memasak, Jung Yu Mi dan Park Seo Jun beneran kursus dulu ke salah satu koki ternama untuk bisa menduplikasi makanan tersebut di Youn's Stay. 

Tapi tetep sih, totalitas paling luar biasa dilakukan oleh si maknae, Choi Woo Shik yang selalu harus siap sedia lari ke sana-sini. Namun, walau dia udah lelah luar biasa, tetep aja dia bisa banget untuk iseng ke Youn Yuh Jung, Lee Seo Jin, Jung Yu Mi, sama Park Seo Jun. Kalau ketawa nonton acara ini, ya udah pasti gara-gara Woo Shik. Kelakuannya ituloh, ada-ada aja.

Oke daripada kebanyakan spoiler, mending kamu langsung nonton acara ini di aplikasi streaming legal kecintaan Viu. Di sana episodenya sudah lengkap!

Sekalian deh ya, saya kasih informasi tambahan mengenai Ssangsanje yang bisa juga dilihat di website KTO

Alamat: 3-2, Jangsu-gil, Gurye-gun, Jeollanam-do (전라남도 구례군 마산면 장수길 3-2)
Petunjuk arah
- Dari Stasiun Gurye: Naik taksi sekitar10 menit
- Dari Terminal Bus Gurye: Naik taksi sekitar 8 menit
Jam operasional: 11:00-16:30 (Kunjungan terakhir pukul 16:00)
Tiket masuk: 10,000 won (termasuk secangkir teh sambutan gratis) * Anak-anak prasekolah (usia 7 tahun ke bawah) tidak diperbolehkan masuk
Situs web: www.ssangsanje.com (Bahasa Korea)

Blooming in April, Falling in Love with Fireworks.

Kalau ditanya apa hal paling menyebalkan di saat pandemi, mungkin jawabannya adalah kaki yang terpaksa harus diam di rumah. Nggak bisa jalan ke sana-sini. Nggak bisa pergi ke sana-sini. Nggak bisa melancong ke beragam tempat yang katanya sih, sudah masuk di dalam daftar perjalanan yang harus dilakukan sebelum usia sampai di kepala tiga. Masih jauh sih ya, tapi kalau urusannya sama waktu mah semua serba cepat, benar tidak?

Well, pandemi memang banyak kurangnya. Tapi ternyata, selama pandemi ini pula saya berhasil menemukan hal-hal baru yang semula nggak pernah diketahui—karena alasan nggak ada waktu. Pandemi membuat saya mau tidak mau mencari celah untuk memanfaatkan waktu-waktu kosong, agar setidaknya otak bisa tetap diasah dan terus miliki pengetahuan yang tiada berujung.

Dan ya! Semenjak pandemi ini tentu banyak banget manusia-manusia yang mulai terjun ke dalam Korean drama. Bener, nggak?

Senang sih, karena akhirnya perlahan semakin banyak yang tahu kenapa Korean drama bisa sebegitunya memikat hati. Eits tapi tunggu dulu, selain terhanyut di dalam drama-dramanya, saya mau saranin juga untuk mencoba Korean variety show.

Karena kenapa?

Karena Korean variety show tuh sebegitunya bisa menaikkan mood yang tadinya jungkir balik berada di posisi paling bawah. Mengocok perut dengan hantaman tawa, sudah pasti. Menampilkan sinematografi yang luar biasa, juga nggak perlu diragukan. Nah sekarang ditambah lagi dengan pengetahuan yang juga disisipkan di dalamnya. Jadi kayak peribahasa, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

Salah satu Korean variety show yang selalu saya ikuti setiap minggunya tidak lain dan tidak bukan adalah 2 Days 1 Night—yang saat ini sudah memasuki musim ke-4. Dan salah satu episode yang berkesan adalah episode 69 yang baru dirilis dua minggu lalu. Yap, awal April, di mana bertepatan dengan dimulainya musim semi di Korea.

Jalur Bunga Cherry Blossom Seomjingang.
sumber gambar: visitkorea.or.id

Musim yang terlalu indah untuk dilewatkan. Bahkan nih ya, musim semi adalah musim yang paling padat oleh pengunjung. Jadi, bagi kalian yang mau ke Korea di saat musim semi, mulailah menyiapkan akomodasi dari jauh-jauh hari.

Anyway, bicara soal musim semi, apa sih hal paling menyenangkan yang ingin dilihat selain melihat bunga sakura—iya selain di Jepang kita juga bisa melihatnya di Korea?

Kalau saya sih ya, jawaban jujurnya adalah melihat pelbagai macam festival khas musim semi.

In my humble opinion ya, kalau makanan tuh bisa dicari. Kayak di Indonesia aja deh, ketupat tuh nggak hanya di bulan Ramadan, kan? Ya logikanya, menurut kesoktahuan saya, makanan di Korea pun begitu. Mungkin bisa didapatkan, tapi susah, mungkin bisa untuk dicari, tapi ya memang kudu effort. Tapiiiiii, setidaknya nggak se-effort kalau mengadakan sebuah festival, kan?

Kayak, ya nggak mungkin aja gitu festival yang diadakannya cuma sekali dalam setahun, masa iya diadakan ulang hanya karena tiba-tiba kamu datang. Iya, nggak? Bener, dong logikanya begitu hehe.

So, karena itulah gue rajin-rajin mencari informasi apa sih festival-festival menarik musim semi di Korea. Banyak banget artikel yang membahas soal ini—nanti kalau ada waktu luang lagi, saya akan ceritakan juga. Kalau baca artikel atau blog lain kan pasti beda dengan baca blog gaya saya, toh?—tapi di antara banyaknya bahasan festival musim semi itu, ada satu festival yang saya nggak nemu artikelnya dengan lebih banyak.

Dan beruntungnya…

Variety show kesayangan aka 2 Days 1 Night justru membahas hal tersebut di episode ke-69!

What a coincidence banget nggak sih?

Dan ya…saya bahagia dan excited banget untuk menontonnya.

Nah, ini dia sedikit jurnal yang sudah saya buat untuk merangkum episode spesial tersebut.

sumber gambar: potret journal milik pribadi

sumber gambar: potret journal milik pribadi

Di episode ke-69 ini, 2D1N membahas festival kembang api tradisional atau yang biasa disebut dengan Nakhwa Nori. Festival yang juga merupakan aset budaya tidak berwujud korea selatan yang ke-33. 

Lalu, apa sih festival Nakhwa Nori itu?

sumber gambar: german.visitkorea.or.kr

Nakhwa Nori atau falling flowers adalah festival kembang api yang sudah ada sejak era pertengahan Joseon. Kebetulan, versi Nakhwa Nori di Haman ini adalah versi Nakhwa Nori yang pertama. Festival ini diselenggarakan di atas kolam yang terletak di depan Mujinjeong--Gazebo di era Joseon. Ya kurang lebih sudah sekitar 400 tahun festival ini terus dijaga kelestariannya oleh warga desa Goehang. Bahkan warga di desa ini pun sudah punya hak paten dalam pembuatan tongkat nakhwa-nya.

Nakhwa Nori sendiri dibuat dari tongkat yang berisikan bubuk arang.

Cara pembuatannya gimana?

Beruntunglah bagi kalian yang menyaksikan 2D1N, karena kalian bisa diajarkan langsung mengenai cara pembuatannya. Tapi buat yang belum menyaksikan, maka saya rangkum saja di sini, ya~

Sebelum masuk ke cara pembuatannya, perlu diketahui jika pembuatan tongkat nakhwa ini harus dilakukan oleh 2 (dua) orang; satu orang untuk memegang agar hanjinya tidak terlepas, satunya lagi untuk meratakan bubuk arang yang akan disebar di atas hanjinya. Bahan yang dibutuhkan adalah bubuk arang (yang diproses sendiri oleh warga di desa Goehang), hanji, kain katun, kawat, dan juga tali jerami.

1. Bubuk arang disebar secara merata di atas hanji
2. Setelah disebar merata, tutupi atau lapisi bubuk arang tersebut dengan kain katun--bagian bawah kain katun usahakan dibuat lebih menjulur karena akan digunakan sebagai sumbu
3. Lalu lipat hanji menjadi dua, dan putar ke arah berlawanan
4. Buat satu tongkat lagi, baru gabungkan kedua tongkat tersebut dengan cara dipilin
5. Ikat menggunakan tali jerami di sepanjang tongkat agar bubuk arangnya tidak jatuh berceceran
6. Jangan lupa pasang kawat di ujung atas tongkat nakhwa untuk mengaitkannya ketika nanti akan digantung di atas kolam. Ah ya! Kalian juga bisa menaruh kertas harapan di atasnya.

Kertas harapan?

Yap, kertas harapan. Kertas yang bisa kamu isikan dengan doa dan harapanmu yang ingin terwujud di tahun ini. Karena memang, tujuan dari diadakannya Nakhwa Nori ini, selain untuk melestarikan budaya juga untuk mendoakan kota dan berharap agar hasil panen menjadi bagus.

Dan karena semua prosesnya masih dikerjakan manual oleh warga di desa Goehang, maka proses pembuatan hingga pemasangan kurang lebih 3000 tongkat nakhwa ini memakan waktu sekitar 2 (dua) bulan. 

Luar biasa banget nggak, sih?

Bahkan nggak hanya proses pembuatan dan pemasangannya aja yang manual. Proses menyalakannya pun juga dilakukan manual dengan menggunakan obor yang dibawa dengan rakit. Jadi ya benar-benar dinyalakan satu persatu dari petang hingga malam hari. 

sumber gambar: instagram @kbs_unicorn

Indah banget kan, ya? Kebayang dong gimana kalau kita bisa melihat langsung keindahannya.

Saya rasa, festival nakhwa nori di Haman ini wajib masuk ke dalam bucket list untuk menikmati musim semi di Korea. Karena sayang banget kalau kita sampai melewatkannya. 

Bayangkan saja, begitu dinyalakan tongkat nakhwa yang dilapisi oleh bubuk arang tersebut akan memercikkan cahaya, lalu jatuh beterbangan seperti kelopak bunga yang berguguran. Itu kenapa festival ini disebut Nakhwa Nori atau Falling Flowers. 

Eh tapi dibakarnya di atas kolam, memangnya nggak merusak ekosistem kolamnya, ya?

Tenang saja, bubuk arang ini organik dan sangat ramah lingkungan. Justru katanya nih, bubuk arang yang jatuh ke dalam air bukannya mencemari, melainkan justru bisa memurnikan air di kolam tersebut.

sumber gambar: instagram @kbs_unicorn

Saran saya sih, kalau kamu mau melihat liputan lengkapnya, sila langsung menyaksikannya di episode ke-69 variety show 2 Days 1 Night. Nonton di mana? Gampang banget! Kamu sudah bisa menontonnya secara lengkap dengan subtitle berbahasa Indonesia di aplikasi Viu.

Ah pokoknya, terima kasih lho 2 Days 1 Night, sudah mengajak saya berkeliling dan merasakan indahnya Haman. Bahkan kenal dengan budaya tradisional Nakhwa Nori yang terus dilestarikan hingga sekarang. 

See, meski Indonesia tidak memiliki musim semi, nyatanya kita masih bisa tetap menikmati dan belajar mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan musim semi melalui acara-acara seperti ini!

Semoga pandemi lekas usai dan kita segera bisa merasakan indahnya musim semi di Korea!

Salam,
Bella.

© Hujan Mimpi
NA