Kalau ditanya apa hal paling menyebalkan di saat pandemi, mungkin jawabannya adalah kaki yang terpaksa harus diam di rumah. Nggak bisa jalan ke sana-sini. Nggak bisa pergi ke sana-sini. Nggak bisa melancong ke beragam tempat yang katanya sih, sudah masuk di dalam daftar perjalanan yang harus dilakukan sebelum usia sampai di kepala tiga. Masih jauh sih ya, tapi kalau urusannya sama waktu mah semua serba cepat, benar tidak?
Well, pandemi
memang banyak kurangnya. Tapi ternyata, selama pandemi ini pula saya berhasil
menemukan hal-hal baru yang semula nggak pernah diketahui—karena alasan nggak
ada waktu. Pandemi membuat saya mau tidak mau mencari celah untuk memanfaatkan
waktu-waktu kosong, agar setidaknya otak bisa tetap diasah dan terus miliki
pengetahuan yang tiada berujung.
Dan ya! Semenjak pandemi ini
tentu banyak banget manusia-manusia yang mulai terjun ke dalam Korean drama.
Bener, nggak?
Senang sih, karena akhirnya
perlahan semakin banyak yang tahu kenapa Korean drama bisa sebegitunya memikat
hati. Eits tapi tunggu dulu, selain terhanyut di dalam drama-dramanya, saya mau
saranin juga untuk mencoba Korean variety show.
Karena kenapa?
Karena Korean variety show tuh
sebegitunya bisa menaikkan mood yang
tadinya jungkir balik berada di posisi paling bawah. Mengocok perut dengan
hantaman tawa, sudah pasti. Menampilkan sinematografi yang luar biasa, juga
nggak perlu diragukan. Nah sekarang ditambah lagi dengan pengetahuan yang juga
disisipkan di dalamnya. Jadi kayak peribahasa, sekali mendayung, dua tiga pulau
terlampaui.
Salah satu Korean variety show
yang selalu saya ikuti setiap minggunya tidak lain dan tidak bukan adalah 2
Days 1 Night—yang saat ini sudah memasuki musim ke-4.
Jalur Bunga Cherry Blossom Seomjingang.
sumber gambar: visitkorea.or.id
Musim yang terlalu
indah untuk dilewatkan. Bahkan nih ya, musim semi adalah musim yang paling
padat oleh pengunjung. Jadi, bagi kalian yang mau ke Korea di saat musim semi,
mulailah menyiapkan akomodasi dari jauh-jauh hari.
Anyway,
bicara
soal musim semi, apa sih hal paling menyenangkan yang ingin dilihat selain
melihat bunga sakura—iya selain di Jepang kita juga bisa melihatnya di Korea?
Kalau saya sih ya, jawaban
jujurnya adalah melihat pelbagai macam festival khas musim semi.
In
my humble opinion ya, kalau makanan tuh bisa dicari. Kayak di
Indonesia aja deh, ketupat tuh nggak hanya di bulan Ramadan, kan? Ya logikanya,
menurut kesoktahuan saya, makanan di Korea pun begitu. Mungkin bisa didapatkan,
tapi susah, mungkin bisa untuk dicari, tapi ya memang kudu effort. Tapiiiiii, setidaknya nggak se-effort kalau mengadakan sebuah festival, kan?
Kayak, ya nggak mungkin aja gitu
festival yang diadakannya cuma sekali dalam setahun, masa iya diadakan ulang
hanya karena tiba-tiba kamu datang. Iya, nggak? Bener, dong logikanya begitu
hehe.
So,
karena
itulah gue rajin-rajin mencari informasi apa sih festival-festival menarik
musim semi di Korea. Banyak banget artikel yang membahas soal ini—nanti kalau
ada waktu luang lagi, saya akan ceritakan juga. Kalau baca artikel atau blog
lain kan pasti beda dengan baca blog gaya saya, toh?—tapi di antara banyaknya
bahasan festival musim semi itu, ada satu festival yang saya nggak nemu
artikelnya dengan lebih banyak.
Dan beruntungnya…
Variety show kesayangan aka 2
Days 1 Night justru membahas hal tersebut di episode ke-69!
What
a coincidence banget nggak sih?
Dan ya…saya bahagia dan excited banget untuk menontonnya.
Nah, ini dia sedikit jurnal yang sudah
saya buat untuk merangkum episode spesial tersebut.
sumber gambar: potret journal milik pribadi |
sumber gambar: potret journal milik pribadi |
Di episode ke-69 ini, 2D1N membahas festival kembang api tradisional atau yang biasa disebut dengan Nakhwa Nori. Festival yang juga merupakan aset budaya tidak berwujud korea selatan yang ke-33.
Lalu, apa sih festival Nakhwa Nori itu?
sumber gambar: german.visitkorea.or.kr
Nakhwa Nori atau falling flowers adalah festival kembang api yang sudah ada sejak era pertengahan Joseon. Kebetulan, versi Nakhwa Nori di Haman ini adalah versi Nakhwa Nori yang pertama. Festival ini diselenggarakan di atas kolam yang terletak di depan Mujinjeong--Gazebo di era Joseon. Ya kurang lebih sudah sekitar 400 tahun festival ini terus dijaga kelestariannya oleh warga desa Goehang. Bahkan warga di desa ini pun sudah punya hak paten dalam pembuatan tongkat nakhwa-nya.
Nakhwa Nori sendiri dibuat dari tongkat yang berisikan bubuk arang.
Cara pembuatannya gimana?
Beruntunglah bagi kalian yang menyaksikan 2D1N, karena kalian bisa diajarkan langsung mengenai cara pembuatannya. Tapi buat yang belum menyaksikan, maka saya rangkum saja di sini, ya~
Sebelum masuk ke cara pembuatannya, perlu diketahui jika pembuatan tongkat nakhwa ini harus dilakukan oleh 2 (dua) orang; satu orang untuk memegang agar hanjinya tidak terlepas, satunya lagi untuk meratakan bubuk arang yang akan disebar di atas hanjinya. Bahan yang dibutuhkan adalah bubuk arang (yang diproses sendiri oleh warga di desa Goehang), hanji, kain katun, kawat, dan juga tali jerami.
1. Bubuk arang disebar secara merata di atas hanji
2. Setelah disebar merata, tutupi atau lapisi bubuk arang tersebut dengan kain katun--bagian bawah kain katun usahakan dibuat lebih menjulur karena akan digunakan sebagai sumbu
3. Lalu lipat hanji menjadi dua, dan putar ke arah berlawanan
4. Buat satu tongkat lagi, baru gabungkan kedua tongkat tersebut dengan cara dipilin
5. Ikat menggunakan tali jerami di sepanjang tongkat agar bubuk arangnya tidak jatuh berceceran
6. Jangan lupa pasang kawat di ujung atas tongkat nakhwa untuk mengaitkannya ketika nanti akan digantung di atas kolam. Ah ya! Kalian juga bisa menaruh kertas harapan di atasnya.
Kertas harapan?
Yap, kertas harapan. Kertas yang bisa kamu isikan dengan doa dan harapanmu yang ingin terwujud di tahun ini. Karena memang, tujuan dari diadakannya Nakhwa Nori ini, selain untuk melestarikan budaya juga untuk mendoakan kota dan berharap agar hasil panen menjadi bagus.
Dan karena semua prosesnya masih dikerjakan manual oleh warga di desa Goehang, maka proses pembuatan hingga pemasangan kurang lebih 3000 tongkat nakhwa ini memakan waktu sekitar 2 (dua) bulan.
Luar biasa banget nggak, sih?
Bahkan nggak hanya proses pembuatan dan pemasangannya aja yang manual. Proses menyalakannya pun juga dilakukan manual dengan menggunakan obor yang dibawa dengan rakit. Jadi ya benar-benar dinyalakan satu persatu dari petang hingga malam hari.
sumber gambar: instagram @kbs_unicorn |
Indah banget kan, ya? Kebayang dong gimana kalau kita bisa melihat langsung keindahannya.
Saya rasa, festival nakhwa nori di Haman ini wajib masuk ke dalam bucket list untuk menikmati musim semi di Korea. Karena sayang banget kalau kita sampai melewatkannya.
Bayangkan saja, begitu dinyalakan tongkat nakhwa yang dilapisi oleh bubuk arang tersebut akan memercikkan cahaya, lalu jatuh beterbangan seperti kelopak bunga yang berguguran. Itu kenapa festival ini disebut Nakhwa Nori atau Falling Flowers.
Eh tapi dibakarnya di atas kolam, memangnya nggak merusak ekosistem kolamnya, ya?
Tenang saja, bubuk arang ini organik dan sangat ramah lingkungan. Justru katanya nih, bubuk arang yang jatuh ke dalam air bukannya mencemari, melainkan justru bisa memurnikan air di kolam tersebut.
sumber gambar: instagram @kbs_unicorn |
Saran saya sih, kalau kamu mau melihat liputan lengkapnya, sila langsung menyaksikannya di episode ke-69 variety show 2 Days 1 Night. Nonton di mana? Gampang banget! Kamu sudah bisa menontonnya secara lengkap dengan subtitle berbahasa Indonesia di aplikasi Viu.
Ah pokoknya, terima kasih lho 2 Days 1 Night, sudah mengajak saya berkeliling dan merasakan indahnya Haman. Bahkan kenal dengan budaya tradisional Nakhwa Nori yang terus dilestarikan hingga sekarang.
See,
meski
Indonesia tidak memiliki musim semi, nyatanya kita masih bisa tetap menikmati
dan belajar mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan musim semi melalui
acara-acara seperti ini!
Semoga pandemi lekas usai dan
kita segera bisa merasakan indahnya musim semi di Korea!
Salam,
Bella.
No comments
Post a Comment