Jalan-Jalan ke Probolinggo



Juanda, 08.24 wib

Jadi dengan berbekal pengetahuan dari sang empunya acara, bahwa kami harus lanjut ke Terminal Purabaya atau yang biasa dikenal dengan Bungurasih. Lanjutlah kami naik Damri dengan muka-muka sok tahu jalan.

Buat yang mau tahu tarif Damri dari Juanda ke Bungurasih itu 25.000 (macem travel blogger ngasih tau tarif, bolehlah ya siapa tahu gitu ada yang mau ke Surabaya yekan)

“Macet. Kayaknya kita disasarin sama pilotnya. Ini mah sama aja kayak Jakarta”

Yak! Di Damri pm-an sama Kak Lim karena duduknya yang jauh-jauhan. Bener aja, Surabaya emang 11-12 sama Jakarta. Panas, lebih panas deng, padat merayap, macet, dan penat. Setidaknya saya dan kaklim sepakat dengan hal itu.

Sumpah buat yang pertama kali ke Bungurasih, kalian harus tahu arah tujuan, mau naik apa, ber-ac atau ekonomi, intinya harus paham betul. Terlebih ketika kalian nggak bareng sama orang yang bener-bener asli Surabaya atau minimal tahu jalan. Karena kalau nggak, kalian akan ditarik-tarik sama kernet-kernet yang jumlahnya bejibun itu. Jujur saya kaget ngeliat jumlah kernet yang banyak itu, entah karena saya yang katro atau karena memang di Jakarta nggak pernah nemu terminal yang kayak gitu, intinya saya agak sedikit nggak percaya dengan mata kepala sendiri haha.

Saran sih kalau mau lebih gampang lagi, mending nunggu di depan aja sampai busnya lewat, nggak perlu masuk ke dalam terminalnya.

Oke lanjut, dari Bungurasih ke Terminal Bayuangga Probolinggo kalau naik Patas AC itu 30.000 (2017) tapi kalo naik yang biasa itu 20.000 (2017). Selain AC yang bikin beda, sensasinya sih yang bikin beda. Mulai dari pengamen sampai dengan anak sekolah yang naiknya serombongan.

Mungkin karena efek tidur yang cuma berapa jam, baru setengah perjalanan udah mulai ngantuk. Bawaannya cuma pengin tidur, karena mungkin udah kecapekan ngoceh juga kali ya. Tapi tenang nggak tidur kok, ya gimana atuh, ada lagi aja yang diobrolin sama Kak Lim.

Mulai dari bahas agama, bahas klepon yang ternyata dari Pasuruan, bahas seragam sekolah dan masa-masa SMP SMA, sampai bahas sopir bus yang nyetirnya berasa punya nyawa 9. Ini yang paling seru dari perjalanan, bisa ngobrolin beragam hal, mulai dari yang sifatnya personal dan nggak jarang melebar dan meluas ke mana-mana.

Probolinggo, 12.10 wib

Akhirnya setelah 2 jam perjalanan bisa juga nyelonjorin (re: meluruskan) kaki. Sembari nunggu dijemput sama mbak mantennya, saya dan Kak Lim memilih duduk di bawah pohon daripada harus di ruang tunggu. Anginnya enak banget soalnya, mendung pula.

Akhirnya setelah hampir 1 tahun nggak ketemu sama Onty Indrak, untuk kali kedua bisa ketemu lagi di hari itu. Terakhir ketemu itu di bulan Februari pas gathering di Yogyakarta, dan sekarang ketemunya pas doi mau nikah. Nabung rindunya cukup lama ternyata.

Singkatnya, hampir jam 1 siang, sampailah di rumah onty. Sesudah makan, mendaratlah kami bertiga di kasur. Niatnya sih mau langsung pergi keluar sama Kak Lim, tapi keinget mau nungguin Kakak Naqiba dan kebetulan hujan, yasudah leyeh-leyeh jadi pilihan utama. Nikmat tidur mana yang kau dustakan~

Cerita selanjutnya di sini



No comments

Post a Comment

© Hujan Mimpi
NA