Kejebak Friendzone di Antologi Rasa [Movie Review]



Akhirnya tiba juga waktu di mana saya siap membagikan review ala-ala untuk Antologi Rasa. Asli ini review tersusah yang pernah saya buat. Karena Bella-nya dilema luar biasa coy sama film dan novelnya. Mau muji sepenuhnya, tapi ada kurangnya. Mau cerita kurangnya, tapi di buku tuh dahsyat sensasinya. Dan akhirnya, Bella tau apa yang terasa kurang dari si film ini~~~

Baiklah, mari dimulai dengan alur cerita novel dengan film yang hampir 90% sama. Dan semua bagian-bagian penting di novelnya memang berusaha ditampilkan. Bahkan saya nggak ngerasa ada penambahan lain di dalam film, kayak si Critical Eleven dulu, kecuali di ending tentu saja. Awalnya, saya nggak tau dan masih bingung nyari di mana sih letak nggak sreg-nya saya di film ini. Secara, untuk novelnya saya tuh suka banget, bahkan bacanya aja berulang-ulang dan tetap akan berakhir dengan sesak plusss derai air mata. Tapi pas nonton film ini, bahkan sampai di ending saya cuma, "hah udah nih? asli udah? yah gini aja, kok kentang?" 

sumber gambar: Soraya Intercine Films

sumber gambar: Soraya Intercine Films
Dan akhirnya setelah nulis ini saya jadi mikir ulang dan menemukan jawabannya *finally. Ternyata, letak kurangnya itu karena ada satu bagian yang buat saya penting, dan nampaknya kalau bisa ada di film akan makin yahud, tapi dipotong habis-habisan di film ini. Yang udah baca novelnya pasti tau, bahwa ketika Keara dan Harris lagi renggang tuh ada satu sosok baru yang makin bikin perasaan keaduk-aduk. 

Tapi kembali lagi, buku diadaptasi jadi film mah nggak bisa sepenuhnya memenuhi ekspektasi pembaca. Semua kembali pada durasi film, keputusan penulis dan PH-nya, serta sederet hal lain yang jadi pertimbangan. Jadi, mari hargai dan apresiasi kerja keras tim Antologi Rasa untuk film ini. Apalagi untuk sinematografi dan musiknya, hahhhhh, Soraya Intercine mah nggak pernah main-main. Sentuhan classy-nya pasti ada, jadi filmnya tuh berasa lebih mewah dan megah tidak hanya seperti sinetron di televisi. 

Nah di sisi lain, buat saya pribadi, banyaknya voice over di film ini yang memang ingin menggambarkan cerita dari sudut pandang masing-masing tokoh (re: kayak di novelnya) malah terkesan berlebihan. Maaf atuh ya, di awal aja saya udah langsung bosen karena liat penggalan-penggalan scene yang penuh VO itu. Rasanya tuh kayak baca ulang novel tapi ini versi dibacain orang lain. Dan nyawanya tuh kurang, nggak kayak denger orang ceritain hidupnya tapi kayak denger orang baca script.

sumber gambar: Soraya Intercine Films

sumber gambar: Soraya Intercine Films

Nyawa yang kurang sih nggak hanya di situ aja, tapi juga di chemistry antar pemain yang nggak terbangun kuat. Saya nggak jago dan nggak ahli juga buat akting, tapi melihat interaksi tokoh Harris-Keara-Ruly di film dan pas mereka lagi press conference atau di Instagram Stories tuh malah lebih mending yang di Instagram Stories dan PresCon deh. Kayak lebih asli dan nggak dibuat-buat, meskipun misalnya itu adalah gimmick. 

Kalau di film keterikatan emosi pas mereka harus adu akting tuh kayak ada jarak, sedikit kaku, dan berasa kurang dapat 'feel'-nya. Meskiiiiii, patut diacungi jempol juga untuk pendalaman karakternya yang wah luar biasa. Junot as Harris sudah tentu tengilnya naudzubillah. Refal as Ruly, ya udahlah yaaaa kharismanya mah kelihatan banget, mirip kayak waktu doi di Galih dan Ratna. Dan Carissa as Keara, sudah jadi sepenuhnya Keara yang independent dan mandiri, meski kalau di novel doi lebih easy going dan gampang flirting pun lebih mudah buat dijangkau. Sementara di film kan kayak yang anti sosial gitu kelihatannya.

Tuh kan, isi review saya komentar negatif kebanyakan, karena ya itu kenyataan dan pendapat saya atas apa yang saya rasakan. But overall, saya tetap masih bisa menikmati film ini sepanjang durasi kurang lebih 100 menit itu. Saya masih anteng duduk di kursi, sesekali ketawa, dan sedikit banyak gemes sama kelakuan Keara yang jauh lebih labil daripada abege. Berarti aktingnya keren kan ya? Orang saya aja jadi ikutan emosi nih mohon maaf haha. 


Saran dari saya sih, sesuai kayak tagline film ini. "Untuk yang sudah menemukan tapi tak bisa memiliki." Kalian harus coba nonton filmnya, untuk kemudian tertarik mendalami cerita mereka dan baca bukunya. Karena sungguh, tema yang diangkat itu hampir pernah dialami semua orang. Tentang jatuh cinta sama sahabat sendiri, eh sahabatnya suka sama sahabat yang lain. Tentang jatuh cinta diam-diam, kejebak friendzone, sampai dengan bucin yang akan melakukan apa pun asal orang yang disuka bahagia. Pokoknya mah sederet hal-hal klise namun berulang di percintaan ada semua di film ini. 

Kalau bicara tentang rate untuk film ini. Saya semakin susah-susah gampang menilainya, karena faktor yang dilihat juga jadi banyak, apalagi pembandingnya adalah novel dan film pendahulunya si Critical Eleven. 

Tapi baiklah, rate-nya: 7.5/10

Nggak mau sebenarnya kasih rate segini, harusnya bisa lebih tinggi, tapi ya gimana, nyawanya nggak dapat dan Bella tidak bisa bohong untuk tidak mengakui bahwa jauh lebih mending Critical Eleven daripada Antologi Rasa dalam hal eksekusinya. 

Sok, buat yang nggak percaya, gih coba ditonton, mumpung masih ada di bioskop. Salam dari Bella sang #teamHarris garis keras. Love you :*


1 comment

  1. Aku setuju, si panji kagak ada di pilem tapi mungkin emang pertimbangan plot dan durasi kali ya.. But aniwei merhatiin gak dua adegan ciuman harris - keara selalu di zoom alias ga diliatin, while ciuman ruly - keara gak di zoom alias diliatin? Aku penasaran ituh apa mereka pake peran pengganti atau gimana... ����

    ReplyDelete

© Hujan Mimpi
NA